Kesehatan Mental :Sejarah, Konsep Sehat & Perbedaan Konsep Kesmen Barat dan Timur

by 17.50 1 comments






SEJARAH KESEHATAN MENTAL

Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:

       TAHAP DEMONOLOGI (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
2.      TAHAP PENGENALAN MEDIS (4 abad SM – abad ke-6 M)
Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
3.      TAHAP SAKIT MENTAL DAN REVOLUSI KESEHATAN MENTAL
Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokohtokoh lain yang mendukung adalah :
a.      William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum
b.      Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
c.       Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
d.      Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
e.      Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
4.      TAHAP PENGENALAN FAKTOR PSIKOLOGIS (Abad ke-20)
Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
5.      TAHAP MULTIFAKTORIAL
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a.      pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
b.      penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
c.       mengadakan riset terkait
d.      mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental. Adapun organisasi terkait yang berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association (AS-1900).
KONSEP  KESEHATAN MENTAL
ARTI KESEHATAN MENTAL. Ada hubungan yang jelas antara konsep penyesuaian diri dan kesehatan mental, tetapi hubungan tersebut tidak mudah ditetapkan. Pasti kesehatan mental merupakan kondisi yang sangat dibutuhkan untuk penyesuaian diri yang baik, dan demikian juga sebaliknya. Apabila seseorang bermental sehat, maka sedikit kemungkinan ia akan mengalami ketidakmampuan menyesuaikan diri yang berat. Kita dapat berkata bahwa kesehatan mental adalah kunci untuk penyesuaian diri yang sehat. Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. World Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
KESEHATAN MENTAL DAN EFISIENSI MENTAL. Konsep kesehatan mental berhubungan erat dengan efisiensi mental, dan kadang-kadang kedua konsep tersebut disamakan. Sudah pasti kesehatan dalam bentuk apa pun merupakan dasar untuk efisiensi, dan Jones melihat efisiensi sebagai salah satu di antara ketiga sisi kesehatan mental dan normalitas (kedua segi yang lain adalah kebahagiaan dan adaptasi terhadap kenyataan). Tetapi, konsep efisiensi mempunyai arti sendiri, yakni penggunaan kapasitas-kapasitas untuk mencapai hasil sebail mungkin dalam keadaan yang ada pada waktu itu. Efisiensi mental adalah penggunaan kapasitas-kapasitas kita secara efektif untuk mengamati, membayangkan, belajar, berpikir, memilih dan juga mengembangkan terus-menerus fungsi-fungsi mental sampai ke suatu tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Ini memerlukan, misalnya, penggunaan prinsip-prinsip dan metode-metode belajar yang sedemikian rupa sehingga meningkatkan kecepatan memperoleh pengetahuna atau keterampilan-keterampilan.
Bentuk tertinggi efisiensi mental kemudian memerlukan kesehatan mental. Prasangka, permusuhan, proyeksi atau kecemasan yang sangat dalam menyebabkan seseorang tidak dapat mengatur dan mengendalikan pikirannya yang sangat dibutuhkan untuk efisiensi mental. Faktor-faktor seperti ini adalah musuh logika dan kebeneran serta menghalangi seseorang untuk meneliti dan belajar secara efektif atau merencanakan secara cerdas masa depan. Dapat dilihat bahwa efisiensi mental berhubungan erat dengan kesehatan mental sama seperti efisiensi fisik dengan kesehatan fisik. Sama seperti halnya seorang anak kecil yang sakit tidak dapat bermain atau belajar dengan baik, demikian juga orang yang mendapat gangguan mental tidak dapat mengamati, berpikir, atau belajar secara efektif.
DEFINISI KESEHATAN MENTAL. Banyak definisi kesehatan mental diberikan oleh para ahli sesuai dengan pandangan dan bidangnya masing-masing. Dari sekian banyak definisi yang diberikan, disini hanya dikemukakan beberapa di antaranya.
Kesehatan mental adalah terhindarnya individu dari simtom-simtom neurosis dan psikosis. Definisi ini mendapat dukungan dari kalangan para psikiater.
Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan masyarakat di mana ia hidup. Definisi in terlalu luas dan sangat umum karena dihubungkan dengan kehidupan secara keseluruhan. Menurut definisi ini, orang yang bermental sehat adalah orang yang dapat menguasai segala faktor dalam hidupnya sehingga ia dapat menguasai kekalutan mental sebagai akibat dari tekanan-tekanan perasaan dan hal-hal yang menimbulkan frustasi.
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala kapasitas, kreativitas, energy, dan dorongan yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan (neurosis dan psikosis).
Menurut Dr. Estefania Aldaba Lim (1956), kesehatan mental tidak bisa didefinisikan secara sederhana. Kesehatan mental adalah (1) Bukan penyesuaian diri dalam semua keadaan ; (2) Bukan bebas dari kecemasan dan ketegangan; (3) Bukan bebas dari ketidakpuasaan; (4) Bukan konformitas; (5) Bukan berkurangnya prestasi dan kreativitas; (6) Bukan tidak adanya tabiat-tabiat pribadi yang aneh; (7) Bukan melainkan kekuasaan; (8) Bukan bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Kesehatan mental tidak hanya jiwa yang sehat berada dalam tubuh yang sehat (mens sana in corpore sano), tetapi juga suatu keadaan yang berhubungan erat dengan seluruh eksistensi manusia. Itulah suatu keadaan kepribadian yang bercirikan kemampuan seseorang untuk menghadapi kenyataan dan untuk berfungsi secara efektif dalam suatu masyarakat yang dinamis.

PERBEDAAN KONSEP KESEHATAN MENTAL BARAT DAN TIMUR
Model-model kesehatan muncul karena banyaknya asumsi mengenai kesehatan, seperti halnya model kesehatan dari Barat dan juga Timur. Akan tetapi, dalam model-model itu terdapat variasi yang disebabkan karena adanya perbedaan budaya di antara model-model tersebut.
Model Biomedis (Freund, 1991)memiliki 5 asumsi. Pertama, terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu. Kedua, penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, baik secara biokimia atau neurofisiologis. Ketiga,setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang berpotensi dapat diidentifikasi. Keempat, melihat tubuh sebagai suatu mesin. Kelima, konseb tubuh adalah objel yang perlu diatur dan dikontrol.
Model Psikiatris, merupakan model yang berkaitan dengan model biomedis. Model ini masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu oenyakit dan penggunaan  treatmen fisik obat-obatan atau pembedahan untuk mengoreksi abnormalitas.
Model Psikosomatis (Tamm, 1993), merupakan model yang muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap model biomedis. Model ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatik yang tanpa disebabkan oleh antesenden emosional dan atau sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom-simtom somatik.

SUMBER
Semium, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kasinius.
Dewi, Kartika. 2010. Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang

Siswanto. (2007). Kesehatan Mental: Kesehatan Mental-Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta: ANDI

Mega

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

1 komentar :

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus